LIMA PRINSIP BELAJAR AKTIF DAN BERPIKIR KRITIS

Abunawaslink.com – Banyak guru yang menyadari bahwa kegiatan mengajar dan belajar yang aktif adalah sangat diinginkan. Nah, bagaimana mengajar dan belajar aktif itu? Dalam buku Strategi Belajar Mengajar Praktis untuk Kelas Kelas Berpikir, Alan Crawford, dkk. menyepakati bahwa mengajar dan belajar aktif itu, “Kegiatan mengajar yang mendorong siswa bertanya dan mencari jawaban, menerapkan apa yang telah dipelajari dalam menyelesaikan berbagai masalah, saling mendengarkan,  dan memperdebatkan ide-ide dengan sopan dan konstruktif” Yuk, mari kita renungkan, dan kita terjemahkan…!

1. Kegiatan Mengajar Paling Produktif

Kondisi idealnya adalah menghafal, bertanya, memeriksa, membuat, memecahkan, menafsirkan, dan memperdebatkan materi dalam berbagai mata pelajaran. Satu syaratnya adalah tersedianya tujuan pembelajaran yang terorganisasi. Siswa memikirkan apa yang dipelajari dan diterapkan dalam situasi yang nyata ke arah lebih lanjut, dan dapat terus belajar secara mandiri (Gardner, 1993; Marzano, 2001). Seorang guru sekolah dasar dari Armenia bercerita , “Siswa-siswa saya lebih dapat mengekspresikan diri mereka dengan bebas, mengungkapkan pikiran mereka. Mereka juga menjadi pendengar yang lebih perhatian satu sama lain. Mereka terlibat secara aktif dalam proses kreatif membangun pengetahuan, —–

2. Mengelola Pengajaran untuk Kegiatan Belajar Aktif

Siswa belajar dengan menggunakan pengetahuan yang mereka telah miliki. Selanjutnya, guru harus memulai pelajaran dengan menggambarkan konsep-konsep sebelumnya yang dimiliki siswa, dan membuat mereka siap belajar dengan mengajukan berbagai pertanyaan dan menetapkan tujuan-tujuan kegiatan belajar. Proses belajar seperti ini, memungkinkan siswa dapat mengeksplorasi dan mengkaji, tugas guru selanjutnya adalah mendorong siswa untuk bertanya. Kegiatan belajar aktif seperti ini, dapat memunculkan ide-ide baru dan memperluas kapasitas dalam mempelajari hal-hal baru.  Dan terakhir adalah guru harus mendorong siswa untuk merefleksikan apa yang telah mereka pelajari.

Pengelolaan pengajaran untuk kegiatan belajar aktif, dapat dicapai dengan tiga fase, yakni fase antisipasi, fase membangun pengetahuan, dan fase konsolidasi, yang kemudian disingkat menjadi AMK.

Setiap pembelajaran dimulai dengan fase antisipasi, di mana siswa diarahkan untuk berpikir dan mengajukan berbagai pertanyaan ihwal topik yang akan mereka pelajari. Fase antisipasi berfungsi untuk:

  1. menggali kembali pengetahuan yang telah dimiliki siswa
  2. menilai secara informal apa yang telah mereka ketahui, termasuk berbagai miskonsepsi
  3. menetapkan tujuan-tujuan kegiatan pembelajaran
  4. memusatkan perhatian pada topik
  5. menyediakan konteks untuk memahami ide-ide baru

Setelah itu, pembelajaran meningkat pada fase membangun pengetahuan. Siswa dituntun untuk bertanya, mencaritahu, memahami materi, menjawab berbagai pertanyaan mereka sebelumnya, dan menemukan berbagai pertanyaan baru dan juga menjawabnya. Fase membangun pengetahuan berfungsi untuk:

  1. membandingkan harapan dengan apa yang sedang dipelajari
  2. merevisi harapan atau meningkatkannya
  3. mengidentifikasi hal-hal utama
  4. memantau pemikiran personal
  5. membuat berbagai kesimpulan ihwal materi
  6. menjalin hubungan personal dengan pelajaran
  7. bertanya tentang pelajaran itu

Setelah siswa memahami ide-ide pelajaran, masih ada lagi yang harus dilakukan, yakni guru meminta siswa untuk merefleksikan apa yang mereka pelajari, bertanya apa artinya hal itu bagi mereka, merenungkan bagaimana hal itu mengubah apa yang mereka pikirkan, dan merenungkan bagaimana mereka dapat menggunakannya. Fase ini, disebut fase konsolidasi. Fase konsolidasi berfungsi untuk:

  1. merangkum ide-ide utama
  2. menafsirkan ide-ide
  3. berbagi pendapat
  4. membuat tanggapan personal
  5. menguji ide-ide
  6. menilai kegiatan belajar
  7. mengajukan berbagai pertanyaan tambahan

Model AMK, fase antisipasi dapat diumpamakan sebagai benih ditanam di tanah. Keberhasilan suatu pelajaran tidak hanya bergantung pada “benih”, ia juga harus mengacu pada pengetahuan yang telah dimiliki siswa, seperti halnya benih harus memanfaatkan nutrisi di dalam tanah. Pada fase membangun pengetahuan, benih menumbuhkan akar-akarnya, dan tanaman pun bertumbuh. Pada fase konsolidasi, buah siap panen, siswa telah memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

3. Berpikir Kritis

Kelas terbaik adalah kelas yang mendorong  siswa untuk berpikir sendiri dan terlibat dalam berpikir kritis (Halpern, 1996; Kurland, 1995; Unrau, 1997). Berpikir kritis memungkinkan kita memikirkan pikiran kita sendiri dan berbagai alasan di balik sudut pandang kita. Ini berarti kita merefleksikan cara kita sendiri dalam mengambil keputusan atau memecahkan berbagai masalah. Berpikir seperti ini berarti pikiran kita secara sadar diarahkan pada tujuan tertentu. Pikiran dan ide kita berpijak pada logika dan informasi yang mungkin kita peroleh dan kita saring dari banyak sumber. Ketika kita berpikir kritis, kita memerhatikan apa dan bagaimana kita berpikir. Ketika kita mendeteksi kesalahan atau cara lain untuk memikirkan suatu masalah, kita menjelajahinya dengan penuh semangat. Siswa yang berpikir kritis biasanya senang dengan kegiatan belajar mereka. Mereka melihat tantangan dan peluang untuk belajar bahkan dalam berbagai tugas intelektual paling sulit sekalipun. Situasi yang demikian, siswa dapat membuat kegiatan mengajar yang menggembirakan, menyenangkan, dan bermakna.

Berpikir kritis dan belajar aktif, dapat tercipta melalui pengorganisasian tujuan pembelajaran dengan jenis pertanyaan yang berkualitas. Sekadar mengingat fakta adalah pertanyaan dan tujuan “tingkat rendah sekali”. Pada ujung lain daftar adalah “tingkat tinggi” dengan menciptakan ide-ide baru atau membuat berbagai kesimpulan baru.

Pertanyaan “tingkat rendah” bertanya perihal fakta dan detail, contoh:

  • Tahun berapa Indonesia merdeka?
  • Berapa suhu air mendidih?
  • Sebutkan proklamator Indonesia?
  • Di danau mana Pulau Hosena berada?

Meskipun penting bagi siswa untuk mengetahui fakta-fakta ini, tetapi mengetahuinya sajatidak menjamin bahwa merekaakan dapat menggunakan fakta-fakta itu untuk memecahkan berbagai masalah atau membuat keputusan yang penting. Strategi yang memfasilitasi kegiatan belajar di tingkat bawah meliputi:

  • Menyebutkan sebuah fakta secara berulang-ulang
  • Menuliskan dan menuliskan ulang informasi
  • Membaca dan membaca ulang materi untuk diingat

Meskipun mungkin dapat membantu dalam waktu dekat, strategi ini tidak dapat memori untuk mengingat informasi dalam kurun waktu lebih lama. Jika tujuan pendidikan bukan hanya mengingat berbagai fakta, melainkan juga menggunakan fakta-fakta untuk menyelesaikan berbagai masalah dan membuat keputusan, maka siswa akan dilayani dengan bai saat mereka ditanyai dengan berbagai pertanyaan yang mengharuskan mereka menyempurnakanpemikiran kritis lebih tinggi dan lebih rumit dengan menggunakan pertanyaan tingkat tinggi.

Pertanyaan tingkat tinggi menanyakan perihal bagaimana atau mengapa sesuatu terjadi atau bagaimana satu peristiwa, objek, atau ide mungkin berkaitan dengan berbagai peristiwa, objek, atau ide lainnya. Pertanyaan-pertanyaan ini dikemukakan agar orang yang memberikan jawaban harus terlibat dalam berpikir kritis. Artinya, siswa dapat menggunakan berbagai fakta dan detail dalam proses menjawab pertanyaan, tetapi mereka harus melampaui berbagai fakta dan detail itu untuk menyusun dasar pemikiran dalam memberikan jawaban.

Berbagai pertanyaan tingkat tinggi mendorong siswa untuk menemukan informasi penting dan menggunakannya untuk menarik kesimpulan dan membuat perbandingan. Adapun contoh sebagai berikut:

  • Bagaimana gerakan pejuang kemerdekaan Indonesia setelah mengetahui berita kekalahan Jepang dari Sekutu tahun 1945?
  • Mengapa proses geografis memengaruhi sosial budaya?
  • Apakah nilai-nilai Sumpah Pemuda masih sesuai dengan situasi jaman sekarang?

Isi dari pertanyaan sangatlah penting dalam mempromosikan pemikiran kritis, tetapi juga menanyakannya. Ada banyak strategi yang dapat digunakan guru membuat pertanyaan lebih efektif (Gibbs, 2001):

  • Ajukan pertanyaan yang mengundang lebih dari satu jawaban.
  • Berilah waktu-tunggu setelah mengajukan pertanyaan untuk memberi kesempatan pada siswa yang kurang percaya diri dalam merumuskan jawabannya.
  • Ajukan pertanyaan lanjutan seperti, “Apa yang dapat kamu tambahkan?” “Apa pendapatmu, Ahmad?”
  • Berikan umpan balik yang tidak mengonfirmasi atau menyangkal jawaban siswa. Dan diskusi tetap terbuka. Contohnya adalah: “Menarik!” “Tidak terpikir oleh saya hal itu sebelumnya.”
  • Mintalah rangkuman, “Siapa yang dapat mengungkapkan pendapat Jamila dengankalimat-kalimat berbeda?”
  • Surveilah siswa-siswa lain. “Siapa yang setuju dengan pendapat Ahmad?” “Siapa yang tidak setuju? Mengapa tidak setuju?”
  • Doronglah siswa untuk mengarahkan pertanyaan kepada siswa lain. “Tanyakan pada Irwan apakah ia dapat menambahkan sesuatu pada jawabanmu.”
  • Jadilah penghidup suasana diskusi. “Bagaimana perasaanmu kalau…?” “Mungkin jawaanmu berubah kalau…?”
  • Gunakan cara berpikir nyaring. “Bagaimana kamu menemukan jawaban itu?”
  • Panggillah semua nama siswa, bukan hanya mereka yang angkat tangan. Tetapi cepatlah beralih bila seorang siswa memilih tiidak menjawab.
  • Beritahulah siswa tentang kemungkinan jawaban. “Ada banyak kemungkinan jawaban untuk pertanyaan ini.”
  • Ubahlah perspektif. “Bagaimana perasaanmu tentang jawabanmu kalau kamu…?”
  • Berimajinasilah. “Apa yang akan terjadi kalau…?”
  • Hubungkan jawan dengan hal lain_______________?” “Apa bedanya?”
  • Ubahlah jawaban dengan cara tertentu. “Bagaimana kalau kamu mengubah  (ide siswa) menjadi_______________?” “Bagaimana kalau kita padukan ide Ahmad dengan ide Irwan?”

4. Lingkungan Kelas

Kelas yang mengajak siswa untuk belajar aktif dan berpikir kritis memiliki cici-ciri sebagai berikut (Mathews, 2003):

  1. Guru dan siswa berbagi tanggungjawab atas iklim kelas. Guru bersama siswa membuat kesepakatan aturan kelas atau kode etik kelas, dan penentuan peran dalam struktur kelas, dan tugas-tugas bekerja kelompok
  2. Guru membentuk pemikiran untuk siswa dan mendukung siswa saat mereka berbagi strategi berpikir mereka. Guru wajib menunjukkan sifat keterbukaan, dan sangat menghindari ide-ide yang bersifat final, dan sangat menghargai persepsi yang berbeda.
  3. Ada nuansa kajian dan keterbukaan. Daftar kata tanya yang sering dipakai adalah “mengapa dan bagaimana” Pada saat lain, guru lebih banyak memberi pertimbangan korekktif daripada kritik dan evaluasi.
  4. Siswa diberi dukungan , tetapi dalam jumlah yang tepat. Guru memerhatikan apa yang diminati oleh siswa dan bagaimana siswa berpikir, menyelidiki, dan berkomunikasi saat belajar. Siswa diajari tentang belajar bagaimana belajar.
  5. Penataan ruang kelas membuat mudah  dan alami bagi setiap siswa untuk bekerja sama dan berbicara satu sama lain. Model ruang kelas ditata sesuai dengan kebutuhan.

5. Cara Membuat Program Belajar yang Baik

Mempelajari metode  mengajar baru bagaikan mempelajari gerakan baru dalam olahraga. Guru harus melihatnya sampai tuntas, mencobanya di depan seseorang yang menahu bagaimana melakukannya, dan memperoleh saran demi peningkatan kinerja. Loka karya, dapat menjadi alternatif terbaik, dan seoramg guru adalah bagian integral dari kegiatan dimaksud. Demonstrasi dan diskusi adalah bagian awal untuk membuat rencana aksi.

Jayapura, 17 Agustus 2024

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WeCreativez WhatsApp Support
Our customer support team is here to answer your questions. Ask us anything!
👋 Hi, how can I help?