PESONA PANTAI HOLTEKAMP
Keindahan panorama alam kota Jayapura Papua adalah sangat unik. Ada yang menyebutnya “pemandangan dua alam” yaitu laut dan gunung. Hampir semua sisi jalan diapit oleh gunung dan laut. Suasana tenang terbawa dari laut, sedangkan suasana segar tertiup dari gunung. Keindahan laut dan gunung berpadu sangat harmonis, termasuk salah satunya adalah Pantai Holtekamp.
Paduan keindahan laut dan gunung mengapit Pantai Holtekamp. Pohon cemara, nyiur, dan hutan bakau menambah kecantikannya. Jalanan beraspal mulus, lurus, lebar, dan datar adalah sesuatu yang tidak didapati di tempat lain. Segala macam pembangunan, bermunculan, mulai dari resto, cafe hingga rumah makan. Lokasi yang berpekarangan luas menjadi pilihan penyelenggaraan pesta pernikahan.
Sore itu (Rabu, 7 Juni 2023), awan putih nan bersih menggelayut di atas langit biru. Saya mengendarai motor dengan laju yang cukup pelan. Sekali-sekali, mata melirik ke arah laut Pantai Hamadi, dan berharap ombak besar menghantam talud pemecah ombak. Namun, harapan tak kesampaian. Jembatan Youtefa menjadi saksi bisu, seakan berbisik dengan halus, “bersabarlah, akan indah pada waktunya!” Perjalanan berlanjut hingga ujung jembatan, dan berlanjut hingga menemukan satu lokasi yang tertata rapi. Puluhan pondok di antara pohon-pohon kelapa menambah kerindangan dan kesejukan. Sebuah panggung besar tersedia di tengah. Kata pemiliknya, panggung itu disediakan untuk acara-acara besar, misalnya acara pernikahan. Pada sudut lokasi terdapat sebuah bangunan rumah permanen. Kata pemiliknya, itu disediakan sebagai penginapan bagi siapa saja yang ingin menikmati pantai di malam hari. Tarifnya, sangat terjangkau, katanya.
Perbincangan dengan pemilik lokasi berlangsung dengan hangat dan ramah. Pilihan kata dan kalimatnya yang tertata rapi menunjukkan dirinya sebagai orang terpelajar, terdidik, berkarakter, dan visioner. Ketika ditanya tentang banyaknya lokasi yang telah dijual, beliau berpandangan bahwa pantai adalah “diri” yang tidak dapat dinilai dengan uang. Itu adalah prinsip adat kami, katanya. Dirinya memilih untuk menjaga dan melestarikan nilai-nilai adat daripada mengorbannya demi kesenangan sesaat.
Perbincangan terus berlanjut, mata melihat waktu di HP, pukul 17.15 WIT terlihat di sudut kiri atas. Itu berarti, kebersamaan kami telah berlangsung selama satu jam. Banyak ilmu, nilai-nilai kehidupan berrnuansa filosofis, dan informasi yang disampaikan, termasuk dalam hal nama pantai Holtekam yang sejatinya bernama “Yaf Magai” artinya Pasir Panjang (=sepanjang 7 km). Tidak hanya itu, nama pantai Hamadi pun memiliki nama asli, yaitu “Yaf Manai” katanya.
Pertemuan yang menyenangkan, perbincangan hangat, dan perpisahan yang mengesankan berakhir dengan rasa kekeluargaan dan persaudaraan. Sebelum beranjak, kami berkesempatan untuk mengabadikan momen “jepret-jepret”. Lebih dari itu, ternyata beliau adalah mantan kepala kampung, pemerhati lingkungan hidup, dan beberapa waktu lalu, beliau mempresentasikan “Hutan Perempuan” yanhg berada dalam wilayat adat Enggros kota Jayapura berhasil menyabet juara 3 nasional dan mendapat piala Kalpataru. Beliau bernama Orgenes Merauje.