Berjuang dari Aib Menuju yang Gaib

Ibnu Atha’illah berkata bahwa “Alangkah dungunya orang-orang yang menghendaki sesuatu terjadi pada waktu yang tidak dikehendaki-Nya”

Abunawaslink.com Imam Sibawaih El-Hasany mengajak kita untuk bermuhasabah diri atas keseringannya kita keliru menyikapi pengabulan atas doa. Ini disebabkan kita tidak menakar kedudukan di sisi Allah, tetapi malah mempertanyakan kedudukan Allah di sisi kita. Allah menyapa kita dengan sangat terang melalui asma’ terindah-Nya. Sayangnya, kita tidak menghiraukan sapaan-Nya. Kehadiran-Nya yang nyata terhijab oleh khayalan kita. Padahal, apa yang kita inginkan senantiasa dikabulkan menurut kadar-Nya, bukan menurut kadar kita. Sesuai kehendak-Nya, bukan sesuai kehendak kita. Berserahlah pada keputusan-Nya. Tundukkan keinginanmu pada kehendak-Nya. Maka engkau akan terpilih, dan tidak akan tersisih.

Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati bertutur bahwa jika hati atau tubuh  seorang murid sedang berada dalam satu keadaan tertentu, ia harus tetap menjaga kesopanan di hadapan Allah dengan merelakan diri untuk tetap berada pada keadaan tersebut sampai Allah sendiri yang memindahkannya dari sana. Dengan satu catatan, keadaan tersebut tidak bertentangan dengan syariat. Misalnya, jika ia sedang berada dalam keadaan terlepas dari keduniaan, ia harus menahan diri untuk terus berada dan rela dalam keadaan tersebut sampai Allah sendiri yang memindahkannya kepada keadaan yang lain. Jika terbesit di hatinya keinginan  untuk mencari penghidupan, itu artinya ia tidak sopan kepada Tuhannya karena ia telah menolak keaadaan yang dikehendaki-Nya untuknya. Demikian pula, seorang murid dianggap tidak sopan terhadap Tuhannya, jika ia sedang berada dalam satu pekerjaan, namun ingin berpindah pada pekerjaan ke pekerjaan lain, atau sedang berada dalam keadaan miskin, tetapi ingin menjadi kaya.

Empat puluh tahun silam, seseorang berkata kepadaku,”Bila Allah menempatkanku pada satu kondisi, tidak pernah sedikit pun aku kesal. Bila Dia memindahkan ke kondisi lain, tidak pernah sekali pun aku menolaknya.” Ungkapan itu merupakan buah dari ilmu dan pengetahuan (makrifat) tentang Allah dan ketuhanannya. Demikian imbuh dari Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati.

Wallahu a’lam bishshowab!

Jayapura, 18 Juli 2024

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WeCreativez WhatsApp Support
Our customer support team is here to answer your questions. Ask us anything!
👋 Hi, how can I help?