Abunawaslink.com – Pada ayat ke-104 dari surat Ali Imron, terdapat perintah berdakwah amar makruf nahi mungkar dengan strategi berjamaah, berkolaborasi, dan berjejaring. Berdakwah dengan cara berjamaah adalah sebuah keniscayaan dan tuntutan, apalagi di era perubahan yang super cepat. Bergerak sendiri, mungkin dapat melesat cepat, tetapi kemudian kehabisan energi lalu memudar dan menghilang, tanpa jejak. Bergerak secara berjamaah, awalnya mungkin pelan, tetapi perlahan dan pasti akan merangsek, bergerak, berkemajuan, dan bertahan lama karena melibatkan banyak variabel. Pengelolaannya membutuhkan waktu dan kesabaran untuk mewujudkan ide, sebab sumber daya atau potensi sangat beragam.
Sinergitas adalah kekuatan. Saling menyemangati dan mendukung ketika beramal saleh dalam ketaatan. Saling mengingatkan ketika terjadi keterpurukan dan terperosot dalam kemaksiatan. Sangat dibutuhkan kesabaran dalam menyampaikan dakwah, dan dalam menepati kebenaran. Tidak cukup dengan itu saja, kreativitas dan jiwa juang merupakan variabel yang berpengaruh secara signifikan. Tetap bersinergi dalam dinamika yang tidak selalu harmonis, terkadang merupakan instrument untuk berintropeksi diri. Pemeliharaan jamaah menjadi kebutuhan primer bagi organisasi, termasuk organisasi dakwah. Pertemuan berkala dan rutin untuk merumuskan solusi dan tindakan terhadap dinamika organisasi, sangat penting untuk menjaga eksistensi dakwah.
Selain sinergitas, maka keteguhan pada prinsip dan cita-cita bersama yang terbingkai dalam visi, misi, tujuan, dan program merupakan kekuatan pemersatu. Berbeda dalam melakukan pergerakan dakwah merupakan seni dalam pengembangan pribadi dan kelembagaan. Pemberian kewenangan yang luas dalam rangka pelayanan, tidak sedikit melahirkan ide dan karya yang spektakuler. Meski demikian, peran pengendalian secara organisatoris adalah mutlak hadir untuk menjaga langkah-langkah yang berpotensi mengalami kebablasan. Bertumbuh kembang dan tetap terkendali merupakan harapan ideal agar capaian menjadi efisien, efektif, dan produktif. Bersabar atas pergerakan yang dinilai lamban, atau mengalami kegagalan adalah mantera penenang jiwa. Pengembalian segala ikhtiar kepada Allah sebagai wujud dari sifat bertawakkal, banyak mendatangkan manfaat bagi geliat dakwah berjamaah. Jiwa sabar dan bijaksana, sering terselamatkan oleh untaian hikmah, “Sabar itu, bijinya pahit, tetapi buahnya manis. Maka bersabarlah, maka Allah SWT pasti membersamai!”
Wallahu a’lam bishshowab.
Jayapura, 18 Juli 2024