Keintiman vs Kemandirian

JAYAPURA abunawaslink.com – Perjalanan pagi menuju sekolah menjadi indah karena pepohonan sepanjang jalan nan hijau berseri. Semangat terpancar dari wajah pengais rejeki pagi hari. Sekelompok lelaki berdiri di tepi jalan dan sepertinya sedang menunggu kedatangan mobil trontong, tempat mereka mengadu nasib, dan ada juga sepasang suami-isteri yang  berjalan dengan cepat sambil membawa jerigen minyak tanah. Entah mereka mau ke mana?

Perjalanan pagi menjadi berwarna dengan spanduk-spanduk kecil sepanjang jalan. Rerata berisi iklan, sosialisasi kontestan pemilu, dan sekadar informasi kalau tahun ajaran baru telah tiba melalui tulisan, “Back to School!” Toko-toko peralatan sekolah menjadi ramai dikunjungi oleh kebanyakan orangtua, tentu untuk membeli dan melengkapi kebutuhan sekolah anak-anak mereka. Antri di depan kasir, tak dapat terhindarkan, rapi dan elok dipandang, kecuali satu dua orang yang senang menyerobot barisan. Untung saja, dapat dikendalikan oleh petugas toko

Masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) telah usai, persiapan memasuki tahun pelajaran baru semakin diintensifkan. Peserta didik baru bersibuk diri dengan perlengkapan sekolah, terutama seragam bersekolah mereka, yang terkadang gonta-ganti karena ukuran tidak sesuai.  Kebiasan mereka mencandai teman, ada yang terbawa dari sekolah asal. Saling menyapa dengan memanggil nama orangtua, adalah tidak sedikit menimbulkan kegaduhan. Usaha mendamaikan pun, terkadang mengundang putus asa. Satunya diam, lainnya berulah. Ini adalah tantangan, sekaligus seni mengelola situasi baru – peserta didik baru.

Tahun-tahun lalu, sebuah kebijakan pemerintah yang mewajibkan orangtua mengantar anaknya pada hari pertama sekolah. Berbagai cara penyambutan, dilakukan oleh pihak sekolah, bahkan upacara hari pertama itu, orangtua turut membersamai, walau berdiri agak menjauh dari barisan, tetapi pelaksanaan upacara adalah sangat terpantau oleh mata dan telinga para orangtua. Kebijakan dan peraturan tata tertib adalah agenda utama dari informasi tersebut. Orangtua menjadi pendengar patuh dan taat dalam penerimaan.

Sementara itu, sebagian besar guru menjadi sibuk dengan implementasi kurikulum merdeka (IKM). Masih ada yang belum maksimal dalam memahami segala perubahan dan tuntutan yang menjadi tagihannya. Padahal, secara substansial tidak ada perubahan signifikan, hanya terminologi yang berbeda.  In House Training dan Workshop menjadi alternatif yang diharapkan dapat memberi solusi jalan terang mencahayai kegelapan. Pelaksanaan kedua kegiatan, terkadang tidak disadari, kalau itu telah menyita waktu. Tentu saja, alokasi waktu pembelajaran mengalami penguluran waktu, dan berdampak pada produktivitas transformasi pengetahuan dan keterampilan bagi peserta didik. Tetapi, bagi sekolah-sekolah cerdas, persiapan menyambut tahun ajaran baru, telah dilakukan pada masa-masa transisi masa libur.

Himbaun agar orangtua mengantar anak ke sekolah, adalah sangat baik dan strategis dalam rangka membangun keintiman komunikasi. Orangtua dengan segala kesibukan dan keterbatasan waktu, dapat merancang dan berusaha mengalokasikan waktu terbaik untuk kebersamaan dengan anak-anaknya. Selama pengantaran, dapat diisi dengan komunikasi intensif dan efektif mengenai keadaan sekolah, tentang pertemanannya, dan sebagainya. Untuk anak-anak usia dini dan jenjang pendidikan dasar, dapat diisi dengan komunikasi bernuangsa agamais, terutama tauhid, masalah ibadah, dan akhlakul karimah. Sebagaimana, seorang sahabat yang mengedukasi putranya, ia berkata, “Wahai anakku, bila engkau menghadapi masalah dan mengharapkan solusi, maka bayangkan Allah ada bersamamu. Bila engkau membutuhkan pertolongan, maka memohonlah kepada Allah!”

Orangtua mengantar anak ke sekolah, telah menjadi lumrah, bahkan ada yang jarak rumah dengan sekolah adalah sangat dekat, hanya “sepelemparan”. Dalam konteks membangun keintiman, ini termasuk bermanfaat, tetapi ketika diperhadapkan dengan upaya membangun kemandirian anak, hal ini sangat perlu ditinjau, maksudnya ditinggalkan atau dikurangi. Sebab, ikhtiar membangun kemandirian, tak ada waktu yang lebih baik, kecuali dimulai dari kecil. Sebagian orangtua, kini merelakan anaknya menuntut ilmu pada tempat yang terpisah dan jauh, dengan maksud pembangunan kemandirian. Sedih tak terelakkan, rindu tak terbendung, tetapi doa dan harapan cerah di atas segalanya.

Alkisah, seorang tunarungu sedang mengikuti pelatihan kemandirian. Ia ditugaskan mencari alamat di Surabaya, hanya bermodal selembar kartu nama. Orangtuanya, tidak diperbolehkan memberi fasilitas dan akses. Mulai dari pembelian tiket pesawat, berangkat dan tiba di tempat tujuan, harus dijalani sendiri. Alhamdulillah, ia sukses! Pelatih dan orangtuanya menjadi senang dan bangga atas capaiannya itu.

Suatu kali, saya kedatangan tiga orang tamu “tunarungu” dari Sulawesi Tenggara. Mereka berseragam Pramuka dan membawa surat keterangan identitas dan tujuan perjalanan ke salah satu daerah pegunungan Papua. Kedatangan mereka adalah meminta bantuan pembelian tiket ke tempat tujuannya. Hanya itu, dan setelahnya mereka berpamit diri. Keseruan bersama mereka adalah bahasa isyarat, yang sulit dimengerti. Untungnya, mereka sangat terampil memahami keadaan yang sulit. Salah seorang dari mereka menyampaikan maksud dengan tulisan. Keterbatasan diri mereka, tak menghambat kemandiriaanya (Jayapura: 15/07/2023)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WeCreativez WhatsApp Support
Our customer support team is here to answer your questions. Ask us anything!
👋 Hi, how can I help?