Ibnu Atha’illah al-Iskandari berpesan bahwa “Amal itu seumpama jasad, keikhlasan adalah ruhnya ”
ABUNAWASLINK.COM – Imam Sibawaih El-Hasany dalam pemisalannya mengatakan bahwa ikhlas itu ibarat sinyal. Tandanya dapat dilihat tetapi wujudnya tidak dapat diraba, apalagi dipegang. Amal tetap saja dapat hidup karena adanya niat, tetapi tidak menjamin terhubungnya kita dengan tujuan (Allah). Ikhlaslah yang menghadirkan kejernihan, keleluasaan, dan kebebasan diri dari rasa sempit dan tertekan. Kita menjadi lebih bebas dan merdeka, sebab kita hanya bergantung pada penilaian-Nya. Tugas kita dalam menjaga keikhlasan dalam setiap amal dengan senantiasa meminta pertolongan-Nya, memelihara dan meluruskan niat. Seraya berdoa, agar tidak dipalingkan. Benahi, benahi, dan benahilah selalu.
Terhadap hikmah di atas, Syekh Abdullah asy-Syarqowi al-Khalwati memisalkan juga bahwa amal itu ibaraat jasad yang tak bernyawa, sedangkan keikhlasan laksana ruh yang menjadikan jasad itu menjadi hidup. Keikhlasan pada abid berbentuk bersihnya amal dari sifat riya’. Mereka beramal karena Allah, mengharap pahala-Nya, serta ingin selamat dari siksa-Nya. Akan tetapi, terkadang mereka menisbatkan amal pada diri sendiri dan menjadikan sebagai tempat bergantung untuk meraih harapan.
Sementara itu, bentuk keikhlasan para muhibbin (pencinta Allah) tergambar dalam niat amal mereka yang ditujukan sebagai wujud pengagungan dan penghormatan kepada Allah. Mereka beramal, tidak bertujuan untuk mendapat pahala atau takut akan siksa-Nya.
Dalam pada itu, keikhlasan para arif berbentuk kesaksian dan pandangan mereka bahwa Allah semata yang menggerakkan dan mendiamkan. Mereka sadar akan ketiadaberdayaan, dan karena itu mereka tiada beramal, kecuali dengan bantuan Allah. Inilah tingkatan tertinngi dari sebuah keikhlasan.
Jayapura, 12 Juli 2024