ABUNAWASLINK.COM
Ibnu Atha’illah al-Iskandari berkata bahwa “Keinginanmu untuk melulu beribadah padahal Allah masih menempatkanmu pada posisi harus berusaha (mencari nafkah) termasuk syahwat tersamar. Sebaliknya, keiniginan untuk berusaha padahal Allah telah menempatkan pada posisi melulu beribadah merupakan bentuk penurunan semangat dari tekad yang tinggi”
Imam Sibawaih El-Hasany dalam ulasannya bahwa Allah telah menentukan peran unik setiap kita dalam hidup. Dengan hiasan karakter dasar yang mengiringinya. Untuk yang satu ini, kita sebaiknya bersikap menerimanya (QS: 28:68). Tentu, tidaklah mudah untuk belajar menjalani “peran bawaan” menjadi khalifah di bumi dalam bagiannya masing-masing. Oleh karena itu kita mesti menerima dengan wajar perbedaan peran satu sama lain. Biarkanlah di antara kita yang “memperkenalkan” diri kepada khalayak ramai demi kesejahteraan hidup. Biarkan juga di antara kita yang tetap “bersembunyi” untuk menjaga keseimbangan hidup. Dalam bahasa awam, kita boleh beraktivitas di dunia formal maupun informal, memperoleh profit ataupun benefit, sepanjang tidak melupakan keterikatan dengan Allah. Dengan begitu, kita akan lebih mudah menerima “kenyataan” bersama-Nya.
Agar memudahkan dalam memahami kata hikmah di atas, Syekh Abdullah asy-Syarqowi al-Khalwati memberi arti tentang tajrid dan isytighal. Tajrid adalah sebuah kondisi di mana seseorang tidak memiliki kesibukan duniawi. Sedangkan, isytighal adalah kondisi di mana seseorang memiliki kesibukan duniawi. Setelah itu, Syekh Abdullah asy-Syarqowi al-Khalwati menjelaskan bahwa keinginan untuk menjauhi semua sarana penghidupan duniawi dan tidak mau berpayah-payah dalam menjalaninya, padahal Allah telah menyediakan semua sarana itu untuk dijalani, bahkan saat menjalaninya agama tetap terjaga, sifat tamak tetap jauh, ibadah tiada terganggu, maka keinginan semacam itu merupakan syahwat yang tersamar. Dianggap “syahwat” karena ketidakmauan menjalani kehendak Allah dan lebih memilih kehendak sendiri. Dianggap “tersamar” karena sekalipun tampak seakan ingin menjauhi dunia dan mendekatkan diri kepada Allah, namun keinginan batin yang sebenarnya, tiada lain kecuali popularitas, hendak dianggap wali, dan dijadikan anutan.
Orang-orang arif menyatakan bahwa kedekatan manusia dengan seorang murid yang belum mencapai kesempurnaan dapat menjadi racun pembunuh bagi diri murid itu. Sebab murid itu akan terdorong untuk menjauhi kewajiban-kewajiban ibadah dan dzikirnya, dan menjadi amat tergantung pada pemberian orang lain. Sebaliknya, keinginan untuk bekerja dan berusaha keras mencari penghidupan duniawi, padahal Allah telah menyediakannya dengan mudah, tanpa berpayah-payah, maka sikap seperti itu merupakan kemunduran tekad karena telah terjadi ketergantungan pada makhluk, dan berpaling dari sang Khalik.
Berinteraksi orang isytighal dapat menodai tekad luhur seorang murid. Maka menjadi wajib bagi seorang peniti jalan menuju Allah (salik) untuk tetap berdiam di tempat yang diridhoi, kecuali ada perintah, dan mesti mendapat pengawalan ketat agar tidak tergoda oleh bisikan setan dan tidak tercebur ke lautan keterasingan dan jauh dari Allah. Na’udzu billah. Demikian Syekh Abdullah asy-Syarqowi al-Khalwati memungkas penjelasannya.
Jayapura, 3 Juli 2024
Masyaallah mantap sekali ilmunya ustadz