Ibnu Atha’illah berkata bahwa “Bagaimana mungkin qalbu akan bersinar, sedangkan bayang-bayang dunia masih terpampang di cerminnya? Bagaimana mungkin akan pergi menyongsong Ilahi, sedangkan ia masih terbelenggu nafsunya? Bagaimana mungkin akan bertamu ke hadirat-Nya, sedangkan ia belum bersuci dari kotoran kelalaiannya? Bagaimana mungkin diharapkan dapat menyingkap berbagai rahasia, sedangkan ia belum bertaubat dari kekeliruannya?’
Abunawaslink.com – Imam Sibawaih El-Hasany mengatakan bahwa ini adalah medan kontemplasi. Pergulatan antara kesadaran (ruh) dan kecenderungan nafsu. Hal itu tidak mungkin tenang Bersama-Nya bila kenyataan nafsu masih lebih senang bersama makhluk-Nya. Tidak ada ibada yang menyejukkan bila dunia masih tetap memabukkan. Sebab, hati adalah tempat bertemunya cahaya kebenaran dan api kecenderungan. Hati akan redup, bahkan gelap bila kesadaran tersingkirkan. Hati bahkan dipenuhi ilusi dan kelalaian. Lalu, kebenaran seperti apa yang akan diperoleh? Terangilah hati, sempatkan diri meniti untuk melangkah lebih berhati-hati.
Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati menjelaskan lebih lanjut dengan mengulang pertanyaan, “Bagaimana mungkin qolbu akan bersinar terang, sedangkan anasir keduniaa masih menyelimutinya dan dianggap dapat mendatangkan manfaat serta bahaya? Bahkan, anasir keduniaan itu begitu diandalkan.
“Jika hati masih terbelenggu nafsu, bagaimana mungkin dapat berjalan menuju Allah? Orang yang terbelenggu, tentu tidak dapat berjalan. Bagaimana pula hati dapat melihat Allah, sedangkan ia masih belum suci dari junub kelalaian” Demikian imbuh dari Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati.
Dalam keterangannya lebih lanjut, Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati bahwa Ibnu Atha’illah mengumpamakan kelalaian dengan junub. Seseorang yang sedang junub tidak diperbolehkan memasuki masjid. Seperti itu pula orang yang dikuasai oleh kelalaian. Tentu, tidak akan diizinkan menemui Allah. Bagaimana mungkin hati akan mewarisi ilmu kaum arif, sedangkan ia belum bertaubat dari kesalahan atau maksiat yang disengaja dilakukannya?
Perjalanan menuju Allah hanya dapat dilakukan dengan memutus belenggu nafsu dan syahwat, bukan dengan menurutinya. Pertemauan dengan Allah hanya dapat terjadi bila hati telah suci. Hati yang masih belum suci atau masih dikotori oleh kelalaian akan menghalangi pertemuan denag Allah.
Wallahu a’lam bishshowab!
Jayapura, 14 Juli 2024